Home / Opini / Selamat Berjuang Melawan Hawa Nafsu Guruku
Rifyal Luthfi MR. S. PdI M. PdI

Selamat Berjuang Melawan Hawa Nafsu Guruku

Penulis : Rifyal Lutfi MR, S.PdI., M.PdI (Dosen STAI Tasikmalaya)

Berkenaan dengan hari Guru, janganlah guru dipandang dalam sudut pandang sekuler yang hanya memberikan keilmuan atau hanya transfer knowladge saja, tetapi harus dimaknai dan ditafakuri makna Guru yang sesungguhnya, yaitu guru yang Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tutu wuri handayani (Ki Hajar Dewantara) artinya di depan memberikan suri teladan yang baik, ditengah memberikn motivasi, inovatif, keinginan dan semangat, serta dibelakang memberikan dorongan yang kuat dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Guru menurut Islam lebih tepat dikatakan sebagai “Da’i”, pendakwah yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islami. Seorang guru berperanan penting dalam melaksanakan misi amar ma`ruf nahi munkar, maka ciri khas seorang guru itu haruslah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT. Pesannya haruslah berisi usaha untuk mempengaruhi manusia agar berperilaku bersesuaian dengan ajaran Islam. Berikut adalah beberapa peranan seorang guru di dalam Islam yang patut diambil sebagai panduan :

A. Sebagai Pendidik (Muaddib)
Dalam kaitannya dengan fungsi edukasi yang Islami, haruslah lebih banyak menyodorkan pemberitaan yang lebih membawa muatan kepada ajaran Islam. Mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Memikul tugas untuk mencegah umat Islam danberperilaku yang menyimpang dari syari’at Islam, serta melindungi umat dari pengaruh media massa non islami yang anti Islam.

B. Sebagai Musaddid (Pelurus Informasi)
Dalam hal ini, setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh jurnalisme Islam. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, dituntut mampu menggali,melakukan penelitian tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia. Dalam kaitannya sebagai pelurus informasi ini, jurnalistik Islam dituntut harus mampu mengikis fobia Islam (Islamopobhia) yang merupakan priode propaganda pers barat yang anti islam.

C. Sebagai Mujaddid (Pembaharu)
Pembaharu yang dimaksudkan adalah penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformasi Islam). Jurnalistik Islami haruslah menjadi alat bagi para pembaharu Islam yang menyerukan Islam. Memegang teguh Al-Quran dan As-Sunnah, memurnikan pamahaman tentang Islam dan pengamalannya. Ikut serta sebagai alat memberikan informasi dalam usaha membersihkan ibadah umat dari bid’ah, khurafat, tahayul dan isme-isme asing yang non-Islam, dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.

D. Sebagai Muwahid (Pemersatu)
Dalam menjalankan fungsinya sebagai muwahid ini, dimaksudkan jurnalistik Islam dapat menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Jurnalistik Islam harus mampu menerapkan kode etik jurnalistik yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu) dan mampu menyajikan dua sisi pandang setiap informasi. Jurnalistik Islami harus mampu membuang jauh-jauh sikap sekterian.

BACA JUGA   Pasangan Dicky - Denny Torehkan Sejarah Pilkada Kota Tasik

E. Sebagai Mujahid (Pejuang)
Dalam fungsinya sebagai pejuang, maksudnya mencoba menampilkan tulisan-tulisan yang berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorong penegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syi’ar Islam, mempromosikan syi’ar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil ‘alaamin, serta menanamkan ruuhul jihad di kalangan umat.
Berkaitan dengan peranan guru dalam bidang akhlak, maka peranan yang paling penting ialah memahamkan pengertian akhlak yang sebenarnya menurut perspektif Islam. Akhlak dalam Islam mempunyai pengertiannya yang tersendiri “ Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Rasulullah menerangkan “Addin atau agama ialah Akhlak yang baik.
Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik akhlaqnya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat kelak adalah tsartsarun, mutasyaddiqun dan mutafaihiqun.” Sahabat berkata: “Ya Rasulullah… kami sudah tahu arti tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa arti mutafaihiquun?” Beliau menjawab, “Orang yang sombong.” (HR. Tirmidzi, ia berkata ‘hadits ini hasan gharib’. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi)
Adapun berakhlak mulia kepada sesama hamba ialah dengan menempuh cara sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, yaitu yang tercakup dalam tiga ungkapan berikut ini:

1. Kafful adza (menahan diri dari mengganggu): yaitu dengan tidak mengganggu sesama baik melalui ucapan maupun perbuatannya.

2. Badzlu nada (memberikan kebaikan yang dipunyai): yaitu rela memberikan apa yang dimilikinya berupa harta atau ilmu atau kedudukan dan kebaikan lainnya.
3. Thalaqatul wajhi (bermuka berseri-seri, ramah): dengan cara memasang wajah berseri apabila berjumpa dengan sesama, tidak bermuka masam atau memalingkan pipi, inilah husnul khuluq.
Orang yang dapat melakukan ketiga hal ini niscaya dia juga akan bisa bersabar menghadapi gangguan yang ditimpakan manusia kepadanya, sebab bersabar menghadapi gangguan mereka termasuk husnul khuluq dan menahan hawa nafsunya juga. Bahkan jika dia mengharapkan pahala dari Allah atas kesabarannya tentulah itu akan membuahkan kebaikan di sisi Allah (Syarah Riyadhush Shalihin Syaikh al-Utsaimin, II/387)
*) Disadur dari berbagai sumber

 

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *