Tasikzone.com — Di balik persoalan klasik tumpukan sampah yang belum kunjung teratasi di Kota Tasikmalaya, terselip masalah lain yang tak kalah krusial: anggaran bahan bakar dan pelumas (BBM) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang membengkak hingga mendekati Rp 4 miliar dalam satu tahun.
Fakta ini disoroti oleh Irwan Supriadi Iwok, pengurus Solidaritas Pemuda Tunas Tasikmalaya (SIPATUTAT), dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (25/06/2025) Ia menyatakan bahwa anggaran sebesar itu patut dipertanyakan efektivitas dan akuntabilitasnya.
“Kalau anggaran sebesar itu benar-benar mencerminkan kinerja maksimal, kita tentu apresiasi. Tapi jika justru menunjukkan pemborosan, ini bisa jadi contoh nyata inefisiensi yang sistematis,” ujarnya.
Berdasarkan data Rencana Umum Pengadaan (RUP) 2024, DLH menganggarkan Rp 2,46 miliar untuk BBM truk pengangkut sampah, termasuk di dalamnya 282.696 liter solar dan 37.600 liter pertalite. Sementara itu, anggaran untuk BBM alat berat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mencapai Rp 1,44 miliar, dengan estimasi pemakaian 60 liter per hari untuk empat unit selama 355 hari.
Namun, Iwok menilai ada sejumlah kejanggalan. Beberapa armada pengangkut sampah diketahui dalam kondisi rusak berat, bahkan tidak laik jalan, namun aliran BBM tetap berlangsung tanpa sistem pengawasan yang transparan. Tidak ada verifikasi ritasi, jarak tempuh, maupun laporan operasional harian yang bisa diaudit publik.
“BBM tetap dikucurkan ke unit-unit yang sebagian besar hanya diam di tempat. Sementara kondisi lapangan tak menunjukkan perbaikan signifikan dalam penanganan sampah,” tambahnya.
Hal serupa juga terjadi pada penggunaan BBM untuk alat berat di TPA. Menurutnya, tidak jelas berapa jam alat berat benar-benar beroperasi setiap hari, dan mekanisme pelaporannya pun tidak transparan.
“Kami tidak sedang menuduh, tapi mendorong keterbukaan. Ini soal transparansi penggunaan anggaran publik. Tanpa kontrol yang memadai, setiap liter solar bisa jadi potensi kebocoran anggaran,” tegas Iwok.
Ia juga menilai bahwa jika DLH tidak segera membuka data aktual konsumsi BBM, status operasional armada, serta sistem pengawasan yang berlaku, maka wajar jika publik mencurigai adanya penyimpangan.
“Ini bukan semata-mata soal solar, tapi soal integritas pengelolaan. Bukan tentang seberapa besar angka pengadaan, melainkan seberapa efektif anggaran itu menjawab kebutuhan warga dan lingkungan. Jangan sampai kita hanya sibuk belanja, tapi sampah tetap menumpuk, dan kendaraan tetap mogok,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Iwok menegaskan pentingnya pembenahan dalam tata kelola anggaran lingkungan. “Kota Tasikmalaya perlu dibersihkan, bukan hanya dari tumpukan sampah, tapi juga dari praktik anggaran yang tidak jernih,” pungkasnya. (***)