Tasikzone.com – Di ujung Kota Tasikmalaya sempit di RT 002 RW 009 Sindangkasih, Kelurahan Tamanjaya, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, berdiri sebuah rumah gubuk reyot.
Dari luar, dinding biliknya tampak lapuk dimakan usia, sementara atap yang sudah bolong di sana-sini tak lagi mampu menahan hujan. Di dalamnya, hanya ada satu penghuni Mak Fatimah (61).
Sudah lebih dari dua dekade, perempuan paruh baya itu menjalani hidup seorang diri setelah ditinggal suaminya pada 2003 silam.
Sehari-hari, ia berjuang dalam keterbatasan, rumahnya nyaris tanpa penerangan, gelap dan pengap. Tak ada fasilitas MCK, bahkan dapurnya hanya berupa tungku sederhana yang berdiri di atas lantai tanah. Namun dari tempat itulah, Mak Fatimah bertahan hidup dengan ketabahan luar biasa.
Meski hidup dalam kondisi yang serba kekurangan, tak pernah sekalipun keluhan terucap darinya. Ia dikenal sebagai sosok yang sabar, rajin beribadah, dan selalu menerima takdir dengan lapang dada.
Setiap pagi, ia mengawali hari dengan doa, seolah berharap cahaya yang tak bisa dinyalakan lampu, akan hadir melalui keyakinannya kepada Tuhan.
Kehidupan Mak Fatimah adalah potret nyata dari kemiskinan yang masih membayangi sudut-sudut Kota Tasikmalaya.
Di balik geliat pembangunan dan janji kesejahteraan, masih ada warga yang harus bertahan di tempat yang bahkan tak layak disebut rumah.
Kondisi memprihatinkan itu disaksikan langsung oleh pengurus Yayasan Padi Nusantara Sejahtera.
“Hari ini kita kembali disadarkan oleh kenyataan pahit. Seorang perempuan paruh baya harus tinggal di rumah yang tak layak huni, lebih mirip kandang ternak daripada tempat tinggal manusia,” ungkap Ustaz Agus Marwan, usai memberikan bantuan berupa beras dan uang tunai kepada Mak Fatimah, Minggu, 5 Oktober 2025.
Ia menyebut kisah Mak Fatimah sebagai “tamparan keras” bagi nurani kita bersama, terutama bagi para pemegang kebijakan di Kota Tasikmalaya.
“Pemerintah tak seharusnya menutup mata terhadap warganya sendiri. Di balik kemegahan gedung-gedung pemerintahan, ada warga yang hidup dalam gelap dan kesunyian,” tegasnya.
Ustaz Agus berharap pemerintah segera turun tangan memperbaiki rumah Mak Fatimah dan memastikan ia hidup dengan lebih layak.
“Mak Fatimah tidak butuh belas kasihan, ia hanya butuh bukti bahwa negara masih ada untuk rakyat kecil,” ujarnya.
Dari gubuk reyot di Sindangkasih, Mak Fatimah mungkin tak punya banyak harta, tapi ia memiliki sesuatu yang jarang dimiliki mereka yang hidup serba cukup iman yang tak pernah padam. Di tengah gelapnya rumah dan kerasnya hidup, ia tetap menyalakan cahaya ketabahan. (***)