Home / Opini / Bonus Demografi Momentum Kebangkitan Indonesia
Bonus Demografi Momentum Kebangkitan Indonesia

Bonus Demografi Momentum Kebangkitan Indonesia

Oleh : Kosih Kosasih

Kekayaan alam merupakan sumber daya yang terbatas, butuh teknologi dan inovasi untuk menggenjot pemanfaatannya. Kemajuan teknologi digital berbasis internet pun saat ini sudah mulai merubah proses bisnis diberbagai bidang. Tak sedikit anak – anak muda kreatif mampu menaklukan gelombang digitalisasi saat ini dengan karya – karyanya yang hebat. Untuk memanfaatkan segala sumber daya yang ada, maka kita membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, terutama generasi muda yang menjadi harapan melanjutkan tongkat estafet pembangunan di masa depan, terlebih saat ini Indonesia akan memasuki era Bonus Demografi. Sehingga ini menjadi momen yang tepat untuk membuat Indonesia bangkit menjadi negara yang maju.

Bonus demografi adalah era keemasan secara konsep kependudukan, dimana usia produktif (usia 15 – 64 tahun) jumlahnya lebih banyak dibandingkan usia non produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) periode ini diperkirakan akan berlangsung sampai tahun 2035 nanti.
BPS mencatat jumlah penduduk Indonesia usia produktif pada tahun 2017 adalah sebanyak 67,38 persen dengan angka beban ketergantungan sebesar 48,42 persen. Dari jumlah tersebut diketahui sebanyak 24,27 persen nya tergolong kedalam kelompok usia muda (16 – 30 tahun).

Kondisi ini merupakan peluang emas untuk menjadikan Indonesia menjadi negara maju. Oleh karena itu, Pemerintah harus memanfaatkan periode ini sebaik mungkin. Diantaranya dengan membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) nya melalui pendidikan, terutama untuk generasi muda, karena kualitas pemuda masa kini penentu kualitas penduduk Indonesia masa depan.

Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan karena merupakan investasi bagi terbentuknya SDM yang berkualitas. Melalui pendidikan yang baik diharapkan dapat tercipta generasi yang berjiwa pembaharu yang dapat mengembangkan segala potensi dalam dirinya sehingga dapat mengambil peran dalam pembangunan diberbagai aspek kehidupan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.

Menurut BPS, IPM dapat menjelaskan secara umum bagaimana masyarakat dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Secara umum pembangunan manusia Indonesia terus mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2017. BPS mencatat IPM Indonesia meningkat dari 66,53 pada tahun 2010 menjadi 70,81 pada tahun 2017. Selama periode tersebut, IPM Indonesia rata – rata tumbuh sebesar 0,89 persen per tahun dan meningkat dari level “sedang” menjadi “tinggi” mulai tahun 2016.
Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas dari peningkatan setiap komponennya.
Dari capaian umur panjang dan hidup sehat, umur harapan hidup saat lahir (UHH) telah mencapai 71,06 tahun. Artinya bayi yang baru lahir pada tahun 2017 memiliki peluang untuk hidup sampai usia 71 tahun. Sementara itu, capaian dimensi pengetahuan meliputi Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata – rata Lama Sekolah (RLS) terus mengalami peningkatan sejak tahun 2010. Pada tahun 2017, HLS di Indonesia telah mencapai 12,85 tahun, artinya anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan mereka sampai lulus SMA atau D1.

Sedangkan RLS mencapai 8,10 tahun, ini berarti penduduk usia 25 tahun ke atas rata – rata telah menyelesaikan pendidikannya hingga kelas VIII SMP. Dimensi terakhir yang mewakili kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak yang direpresentasikan oleh pengeluaran per kapita, dan pada tahun 2017 pengeluaran per kapita penduduk Indonesia telah mencapai 10,66 juta per tahun.

Jika melihat generasi muda saat ini, BPS mencatat 99 persen pemuda Indonesia masih dan pernah bersekolah. Lebih lanjut, pemuda yang masih bersekolah terkonsentrasi pada kelompok umur 16 – 18 tahun, yaitu sebesar 71,42 persen, sedangkan kelompok umur 19 – 24 tahun dan kelompok 25 – 30 tahun masing – masing hanya sebesar 24,77 persen dan 2,93 persen. Hal ini menandakan partisipasi sekolah di pendidikan tinggi masih rendah. Selain itu, sebanyak 43,70 persen pemuda di Indonesia memiliki ijazah Sekolah Menengah (SM) ke atas (jenjang SM dan Perguruan Tinggi)

BACA JUGA   Bahaya Memegang Jabatan

Tenaga Kerja
Hasil survei angkatan kerja nasional (SAKERNAS), BPS mencatat jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang, naik 2,39 juta orang dibanding Februari 2017. Dari total jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 127,07 juta orang adalah penduduk yang bekerja, sedangkan 6,87 juta orang menganggur. Seiring naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami kenaikan. TPAK pada bulan Februari 2018 tercatat sebesar 69,20 persen, meningkat 0,18 persen poin dibanding tahun lalu. Kenaikan TPAK ini memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi tenaga kerja. Data ini sejalan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia.

Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, tercatat ada tiga lapangan usaha yang mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja. Diantaranya, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 30,46 persen; Perdagangan sebesar 18,53 persen; dan Industri Pengolahan sebesar 14,11 persen. Dari total 17 lapangan usaha, 3 diantaranya yang mengalami peningkatan persentase dalam meyerapan tenaga kerja, yaitu Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,68 persen poin), Jasa Lainnya (0,40 persen poin), dan Industri Pengolahan (0,39 persen poin).

Berbeda dengan kelompok usia muda, lapangan usaha yang berkontribusi paling besar bagi ketenagakerjaan pemuda adalah sektor perdagangan, restoran, dan akomodasi, yaitu sebesar 25,57 persen atau seperempat dari tenaga kerja pemuda.

Berdasarkan tingkat pendidikan, pekerja yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah) masih mendominasi, yaitu sebesar 58,23 persen. Sedangkan pekerja yang berpendidikan menengah (SMA dan SMK) sebesar 29,96 persen. Sementara persentase pekerja yang berpendidikan tinggi (Diploma I/II/III dan Universitas) hanya sebesar 1,19 persen. Sementara itu tingkat pendidikan kelompok umur pemuda yang bekerja pun masih didominasi oleh pemuda tamatan sekolah menengah (42,40 persen), sementara persentase pemuda bekerja yang tamat perguruan tinggi hanya sebesar 14,30 persen. Dari data tersebut, agar kualitas pekerja Indonesia lebih meningkat, maka Pemerintah harus terus mendorong anak – anak Indonesia untuk terus bersekolah sampai jenjang yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan RLS usia 25 tahun yang masih berada pada tingkat menengah (kelas VIII SMP).

Teknologi Informasi
Masifnya perkembangan teknologi diberbagai bidang terutama teknologi digital, telah merubah pola hidup masyarakat saat ini menjadi generasi Milenial. Hal ini menjadi peluang sekaligus ancaman bagi masyarakat. Oleh karena itu, kita harus menaklukan dan memanfaatkan perkembangan teknologi ini agar menjadi ladang untuk berkarya pada hal positif.

Hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) bulan Maret 2018, BPS mencatat sebanyak 32,34 persen penduduk berumur 5 tahun ke atas mengakses Internet (termasuk media sosial). Selain itu, 91,45 atau 9 dari 10 penduduk yang mengakses Internet menggunakan telepon seluler/handphone nya untuk mengakses Intenet. Akan tetapi, 79,13 persennya Internet lebih banyak digunakan untuk mengakses media sosial. Termasuk kalangan generasi muda, dimana sebagian besar pemuda yang mengakses Internet bertujuan untuk berselancar di sosial media (83,13 persen) dan mendapatkan informasi/berita (66,09 persen).

BPS memprediksi puncak Bonus Demografi akan terjadi sekitar tahun 2030 nanti, itu artinya kita masih punya waktu sekitar 10 – 12 tahun lagi untuk mempersiapkan generasi terbaik bangsa terutama generasi muda saat ini sebagai penerus tongkat estafet pembangunan masa depan.

Pendidikan adalah salah satu dari sekian solusi untuk mempersiapkan generasi muda yang unggul dan berkualitas, terutama untuk mereka yang masuk dalam kelompok generasi Z. Yakni mereka yang memiliki tahun kelahiran pada rentang 1995 – 2010.

Karena pada masa generasi inilah Internet mulai hadir dan mengalami perkembangan pesat di dunia termasuk di Indonesia. Sehingga, tidak heran jika generasi Z memiliki “keakraban” terhadap teknologi Internet. Oleh karena itu Pemerintah harus memberi ruang dan kesempatan kepada generasi muda untuk terus dapat berkarya diberbagai bidang agar nantinya mereka mempunyai peran pada sektor – sektor yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi .

Semoga proyeksi Bonus Demografi tidak sebatas angka proyeksi yang hanya dilewatkan begitu saja, sehingga Bonus Demografi tidak hanya menjadi catatan angka dalam sejarah Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah harus bersungguh – sungguh membuat kebijakan yang tepat untuk mempersiapkan generasi emas yang unggul dan berkualitas.(*)

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *