Home / Opini / Banjir Kembali Menerpa, Tuntaskan Dengan Solusi Lurus Dan Komprehensif
IMG-20210211-WA0009

Banjir Kembali Menerpa, Tuntaskan Dengan Solusi Lurus Dan Komprehensif

Oleh : Lilis Suryani

Beberapa hari terakhir, sejumlah wilayah di Jawa barat di terpa bencana banjir. Diduga, curah hujan yang tinggi menjadi penyebab terjadinya bencana banjir ini. Untuk itu Gubernur Jawa barat mengimbau semua pihak siaga satu di musim hujan terutama dalam sepekan ini.

Dikutip dari laman CNNIndonesia.com bahwa Gubernur Jabar mengakui di beberapa daerah ada pengungsi akibat banjir. Oleh karena itu, petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah diterjunkan ke lokasi untuk melakukan penanganan.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawat menyatakan, bahwa aktivitas La Nina dan angin monsun menjadi salah satu pemicu banjir di beberapa wilayah di Jawa, termasuk didalamnya Jabar. Aktivitas La Nina dan angin monsun Asia menciptakan hujan dengan intensitas yang tinggi. Artinya fonemana ini adalah anomali iklim akibat dari pemanasan global.

Mungkin benar, faktor alam seperti iklim dan curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya banjir. Namun, jika kita teliti lebih dalam, bukankah nyaris tiap memasuki musim penghujan, banjir dan longsor kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dan lagi-lagi penyebabnya adalah curah hujan yang tinggi disertai rusaknya daya dukung ekologis di daerah-daerah dataran tinggi. Misal akibat wilayah hutan yang teralih fungsi.

Ironisnya, kejadian seperti ini terus berulang sepanjang tahun tanpa upaya serius untuk memperbaiki kesalahan mendasar menyangkut paradigma pembangunan yang dikaitkan dengan keseimbangan ekologi. Wajar jika intensitas bencana makin sering terjadi dan luasannya pun terus bertambah. Faktanya, daerah-daerah yang sebelumnya dikenal tak pernah banjir, tahun-tahun belakangan ini mulai terdampak banjir.

Alangkah lebih baik, jika pemerintah di semua level meningkatkan keseriusannya dalam hal pengevaluasian dan perbaikan kebijakan tata ruang wilayah. Bahkan, jika perlu merevisi perencanaan pembangunan yang terbukti telah mendegradasi lingkungan sebagai salah satu penyebab bencana banjir.

Selama ini, wargalah yang cenderung disalahkan. Misal terkait budaya buruk membuang sampah atau ketika ada di antara mereka yang bandel mendirikan bangunan di bantaran sungai. Namun jika mau jujur, penyebab utama bencana banjir adalah paradigma pembangunan yang tak akomodatif terhadap daya dukung lingkungan. Bahkan tampak kebijakan pembangunan berparadigma kapitalistik selama ini hanya mengindahkan kepentingan para pemilik modal yang hanya berorientasi keuntungan materi.

BACA JUGA   Mengintip Tangisan Ahli Kubur !

Padahal, melihat penyebabnya, maka banjir adalah bencana yang sebagian faktor risikonya bisa dikendalikan manusia. Dalam hal ini menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan dikaitkan pengelolaan tata ruang kawasan. Namun, penerapan sistem pemerintahan demokrasi dengan paradigma sekuler kapitalistik yang diadopsi penguasa negeri ini telah membuat hal-hal di luar keuntungan materi menjadi terabaikan. Yang penting ada pembangunan dan keuntungan datang.

Mirisnya, sistem pemerintahan seperti ini selalu melakukan kolaborasi antara penguasa dan pengusaha dalam penetapan kebijakan. Walhasil, banyak kebijakan yang justru melegitimasi para pemilik modal melakukan perusakan lingkungan, termasuk di daerah-daerah pedalaman, atas nama menggenjot investasi demi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Hal seperti ini tentu sangat bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, manusia diperintah menjaga dan mengelola alam dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan penciptaan. Bahkan menjaga alam ini lekat dengan tugasnya sebagai hamba dari Sang Pencipta yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Dalam hal ini, tentu negara lah yang mempunyai kewajiban untuk menjaga rakyat serta alam semesta agar terhindar dari bencana. Untuk itu, negara akan merancang strategi pembangunan dengan paradigma lurus dan komprehensif. Semata-mata bertujuan mewujudkan kemaslahatan umat pelestarian alam dan lingkungan.

Di sisi lain, sistem ekonomi Islam jelas membagi soal kepemilikan. Mana yang boleh dimiliki individu, mana yang merupakan milik umum dan negara. Maka Islam tak akan membiarkan para kapitalis dan penguasa untuk merusak lahan-lahan milik umum demi keuntungan sesaat.
Islam juga punya sistem sanksi yang menjaga agar pelanggaran tak lazim terjadi. Islam akan menghukum berat pihak-pihak yang melanggar hak umat dan menimbulkan kemudaratan bahkan jika terjadi pada dirinya sendiri.

Maka dari itu, sungguh layak jika negeri ini menjadikan Islam sebagai sumber aturan dalam kehidupan. Karena bukan hanya penduduk bumi, melainkan alam semesta pun akan ikut merasa keberkahannya. Sehingga bencana, tidak akan selalu menerpa negeri ini sebagaimana yang saat ini kerap terjadi.

Wallahua’lam

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *