Tasikzone.com – Ketegangan pasca Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya kembali memanas setelah kuasa hukum pasangan calon nomor urut 01, Iwan Saputra–Dede Muksit Aly, menyatakan niatnya untuk melaporkan Wakil Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin, atas dugaan tindakan tidak menyenangkan. Insiden tersebut dikabarkan terjadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) berlangsung.
Iim Ali Ismail, kuasa hukum paslon 01, menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi ketika ia sedang melaksanakan tugasnya sebagai pengacara dalam persidangan kedua sengketa PSU di MK.
“Wakil Bupati Cecep melakukan tindakan yang tidak menyenangkan kepada saya secara langsung di Gedung MK, saat saya masih mengenakan atribut resmi sebagai advokat,” ujarnya kepada media pada Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Iim, kejadian bermula ketika ia keluar dari ruang sidang dan dihampiri ajudan Wakil Bupati yang mengajaknya berjabat tangan. Ia menyambut ajakan itu karena merasa memiliki semangat kebersamaan sebagai sesama warga Tasikmalaya.
“Saya anggap, meski berbeda posisi di persidangan, di luar kita tetap bisa saling menghormati,” jelasnya.
Ketika Iim menanyakan keberadaan Cecep kepada ajudan, ia diberitahu bahwa Cecep sedang berada di toilet. Setelah itu, Iim kembali ke tempat duduknya. Tak lama kemudian, seseorang menepuk pundaknya dari sebelah kanan.
“Saya terkejut, ternyata yang menepuk adalah Pak Wakil Bupati. Karena menghormati jabatannya, saya langsung menyambut dan bersalaman,” kata Iim.
Namun, situasi berubah ketika Cecep menunjuk ke arahnya dan berkata kepada ajudannya, “Ini Sukapura ya?” lalu menyebutkan kata “goblog” sebelum pergi begitu saja tanpa penjelasan lebih lanjut.
“Sebagai advokat yang sedang menjalankan tugas profesional di lembaga hukum tertinggi, saya merasa sangat dilecehkan,” tegas Iim.
Ia mengaku sempat ingin bereaksi secara emosional, namun memilih menahan diri demi menjaga nama baik Kabupaten Tasikmalaya dan kehormatan Mahkamah Konstitusi.
“Saya sadar ini tempat terhormat. Kalau saya bereaksi, itu bisa mencoreng bukan hanya saya, tapi juga nama daerah dan institusi hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Dani Sapari selaku kuasa hukum lainnya dari tim paslon 01, menilai insiden tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan KUHP baru tahun 2023, khususnya pasal yang mengatur penghinaan terhadap kehormatan orang di ruang publik.
“Pasal 223 KUHP mengatur soal penghinaan terhadap martabat seseorang. Ini jelas bisa diproses secara hukum,” ujar Dani.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan mengambil dua langkah: hukum pidana dan etik. Menurutnya, sebagai pejabat publik, Cecep seharusnya menunjukkan perilaku yang pantas, terutama kepada warga yang tengah menjalankan tugas hukum secara sah.
“Seorang pejabat seharusnya menjadi panutan. Terlebih lagi, korban saat itu sedang menjalankan perannya sebagai advokat di ibu kota,” imbuhnya.
Pihaknya berencana membuat laporan resmi ke Polda Metro Jaya mengingat kejadian tersebut terjadi di Jakarta. Selain itu, tim hukum paslon 01 juga akan mengirim surat protes ke pimpinan MK.
“Setelah laporan pidana kami masukkan, kami juga akan menyampaikan pengaduan ke DPR RI. Karena Cecep sebagai pejabat daerah memiliki tanggung jawab konstitusional yang tidak boleh disalahgunakan,” kata Dani.
Ia juga menyinggung keberadaan Tap MPR Nomor VI Tahun 2001 yang mengatur etika penyelenggara negara. Menurutnya, jika pejabat melanggar prinsip-prinsip dasar dalam ketetapan tersebut, maka publik berhak menuntut pertanggungjawaban, termasuk pemberhentian dari jabatan.
“Tap MPR ini dibuat untuk menjaga integritas negara. Jika dilanggar, maka rakyat memiliki hak untuk menuntut,” tutupnya. (***)