Tasikzone.com — Di usia senjanya yang ke-86 tahun, Mak Iah, warga RT 004 RW 004 Burujul I, Kelurahan Nagarasi, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, menjalani hari-harinya dalam kesederhanaan.
Ia tinggal di rumah kecil bersama anak perempuannya yang juga seorang janda. Hidup mereka jauh dari kata berkecukupan, namun penuh ketabahan.
Rabu pagi (15/10/2025), senyum tipis tampak mengembang di wajah keriput Mak Iah. Hari itu, ia menerima santunan dari Yayasan Padi Nusantara Sejahtera (PNS) dalam program rutin bertajuk Save Jompo, sebuah inisiatif sosial yang menyalurkan bantuan kepada para lansia kurang mampu di Kota Tasikmalaya.
“emak mah bersyukur pisan, masih aya nu inget ka emak. Nuhun pisan, tos ngabantos,” ucap Mak Iah lirih dengan mata berkaca-kaca, menggenggam erat amplop kecil dan memeluk sekarung beras yang diberikan relawan yayasan.
Program Save Jompo bukan sekadar memberi bantuan materi, tetapi juga menjadi bentuk nyata kepedulian terhadap mereka yang kerap terpinggirkan dari perhatian negara.
Iwan Restiawan, Pembina Yayasan Padi Nusantara Sejahtera, mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi cara sederhana untuk menumbuhkan empati di tengah masyarakat.
“Kami tidak bisa menunggu pemerintah bergerak. Banyak lansia yang hidup sebatang kara atau hanya bergantung pada anaknya yang juga kesulitan ekonomi. Maka, kami hadir untuk sedikit meringankan beban mereka,” ujar Iwan.
Menurut Iwan, program Save Jompo dilakukan secara rutin setiap pekan dengan melibatkan para relawan muda yang berkeliling mendatangi rumah-rumah lansia.
Bantuan yang diberikan berupa sembako, santunan tunai, serta kunjungan silaturahmi agar para lansia merasa diperhatikan dan tidak sendirian.
“Sering kali kami temui kondisi yang menyayat hati rumah reyot, dapur bocor, bahkan makan pun kadang tidak teratur. Sementara di sisi lain, bantuan pemerintah tak kunjung datang atau tidak tepat sasaran. Ini yang membuat kami terus bergerak,” ungkapnya.
Fenomena seperti yang dialami Mak Iah mencerminkan masih lemahnya sistem perlindungan sosial bagi warga miskin, terutama kelompok rentan seperti lansia.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah sering kali menonjolkan program bantuan sosial, namun di lapangan masih banyak warga yang luput dari perhatian.
“Kami berharap pemerintah daerah bisa lebih peka dan turun langsung melihat kondisi mereka. Jangan hanya menunggu laporan. Lansia seperti Mak Iah tidak butuh belas kasihan, mereka hanya ingin dihargai dan diperhatikan,” tambah Iwan dengan nada prihatin.
Kisah Mak Iah mungkin hanya satu dari sekian banyak potret kemiskinan di Tasikmalaya. Namun lewat kepedulian kecil dari tangan-tangan yang tulus, harapan tetap hidup bahwa kemanusiaan masih ada, bahkan ketika perhatian negara terasa jauh. (***)