Home / Ragam / Krisis KORPRI Garut : Mandeknya Musda, Minim Program, dan Misteri Dana Iuran Anggota
IMG_20250724_211026

Krisis KORPRI Garut : Mandeknya Musda, Minim Program, dan Misteri Dana Iuran Anggota

GARUT – Kepengurusan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Kabupaten Garut masa bakti 2016–2021 yang dipimpin oleh Drs. H. Didit Fajar Putradi, M.Si, kini menjadi sorotan sejumlah pihak.

Didit yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Garut dinilai memimpin organisasi dengan struktur yang “gemuk”, namun minim inovasi dalam pengelolaannya.

Struktur kepengurusan KORPRI Garut disebut terlalu besar karena mengakomodasi hampir seluruh unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Garut. Dari pejabat eselon II hingga eselon IV turut terlibat dalam kepengurusan.

Di satu sisi, komposisi kepengurusan ini terlihat akomodatif dan partisipatif. Namun di sisi lain, muncul dugaan adanya kepentingan tertentu dalam tubuh organisasi, termasuk potensi kepentingan pribadi yang bersifat pragmatis.

Sejumlah elemen masyarakat menilai bahwa pengelolaan organisasi KORPRI Garut selama periode tersebut menyimpang dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), antara lain:

Musyawarah Daerah (Musda) yang seharusnya digelar pada tahun 2021 tidak kunjung dilaksanakan. Akibatnya, hingga saat ini Didit masih menjabat sebagai Ketua Umum KORPRI Garut, meskipun masa baktinya seharusnya telah berakhir.

Kepengurusan menjadi tidak aktif. Sebagian pengurus telah memasuki masa pensiun, termasuk sekretaris KORPRI, sehingga kegiatan organisasi nyaris tidak berjalan.

Minimnya program kerja yang jelas dan terukur. Selain program rutin berupa santunan bagi ASN yang pensiun, nyaris tak ada kegiatan yang memberikan dampak signifikan bagi anggota maupun masyarakat.

Tidak adanya transparansi pengelolaan dana iuran anggota, yang nilainya diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK), Ridwan Kurniawan, kepada wartawan melalui pernyataan resmi yang diterima melalui pesan whatsapp, kamis (24/07/2025)

Pihaknya mengungkapkan bahwa pihaknya menerima laporan dugaan penyalahgunaan dana iuran anggota KORPRI. Ia menjelaskan bahwa setiap ASN dikenakan iuran sebesar Rp10.000 per bulan yang dipotong secara otomatis (payroll).

BACA JUGA   Menyemut, Umat Islam Tasikmalaya Sambut Ustadz Abdul Somad

“Dengan jumlah ASN sekitar 20.000 orang dan periode iuran 96 bulan (2016–2025), maka potensi dana yang terkumpul mencapai lebih dari Rp19 miliar. Itu baru dari iuran rutin, belum termasuk dana donasi atau sumber lainnya,” jelas Ridwan.

Lebih jauh, Ridwan menuding KORPRI Garut telah menyimpang dari visi organisasinya. Alih-alih meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan anggota, organisasi justru diduga dijadikan ajang kepentingan oleh segelintir oknum pengurus.

“Banyak kabar beredar bahwa dana iuran digunakan secara pribadi oleh sejumlah pengurus, bahkan dipinjam oleh pejabat eselon II dan beberapa di antaranya sudah pensiun,” ucapnya.

Atas dasar tersebut, Ridwan meminta Bupati Garut sebagai penasihat organisasi untuk turun tangan membenahi kondisi ini. Ia juga mendorong dilakukan audit menyeluruh, baik oleh Inspektorat maupun akuntan publik, sebelum dilakukan restrukturisasi kepengurusan.

“Ketua Umum dan jajaran pengurus harus bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan dana iuran ini,” tegas Ridwan.

Menanggapi tudingan tersebut, Ketua KORPRI Garut sekaligus Kepala Bappeda, Didit Fajar Putradi, tidak membantah adanya iuran anggota. Namun, menurutnya, nominal iuran yang dikutip tidak sebesar yang disebutkan.

“Nilai iurannya bervariasi, mulai dari Rp1.000, Rp2.000, hingga Rp4.000 tergantung dari golongan ASN. Sedangkan iuran Rp10.000 itu adalah program ‘kadeudeuh’ yang sifatnya sukarela,” ujar Didit.

Ia menjelaskan bahwa program kadeudeuh tidak bersifat wajib, sehingga ASN yang tidak ikut tidak akan dikenai sanksi. Didit juga membandingkan dengan KORPRI di kota-kota besar yang iurannya jauh lebih besar hingga ratusan ribu rupiah per ASN dan mampu membuka unit usaha.

“Jumlah ASN di Garut sekitar 20 ribu orang. Kalau ditambah PPPK tentu akan lebih banyak lagi,” jelasnya. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *