Tasikzone.com – Ketua Yayasan Majelis Santri Bangsa, Ustaz Heryanto, melontarkan kritik tajam terhadap maraknya pengisian jabatan Pelaksana Tugas (PLT) di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya. Ia menilai, kondisi ini sudah berlangsung terlalu lama dan menyalahi aturan yang berlaku.
“Jika ditelusuri, beberapa OPD sudah terlalu lama diisi oleh PLT. Seperti Dinas Pendidikan yang dijabat PLT sejak Desember 2023, Dinas Sosial sejak Juli 2024, BPKAD dari awal 2024, hingga Disdukcapil dan Bapelitbangda sejak Agustus 2024. Ini sudah melewati batas waktu maksimal yang ditentukan dalam regulasi,” tegas Ustaz Heryanto, Selasa (27/5/2025).
Ia menekankan bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Pasal 133 ayat (2), jabatan PLT maksimal hanya dapat dijabat selama 3 bulan dan dapat diperpanjang sekali menjadi total 6 bulan. Setelah itu, kepala daerah wajib menunjuk pejabat definitif melalui proses seleksi terbuka (open bidding).
“Faktanya, hingga kini jabatan PLT masih terus bergulir. Bahkan ada yang berasal dari eselon 3. Ini jelas menyalahi aturan dan bisa merugikan negara. Segala keputusan yang ditandatangani oleh PLT dalam posisi melewati batas waktu sah secara hukum bisa dianggap batal demi hukum,” tegasnya.
Menurut Ustaz Heryanto, kondisi ini tidak hanya menimbulkan krisis kepercayaan publik, tetapi juga membuka peluang terjadinya maladministrasi dan penyalahgunaan anggaran negara. Ia menyebut Kepala BKPSDM Kota Tasikmalaya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas situasi ini.
“BKPSDM seharusnya menjamin pelaksanaan manajemen ASN sesuai aturan. Termasuk memastikan bahwa jabatan PLT tidak melebihi enam bulan. Kalau sampai melewati batas, itu maladministrasi yang bisa dikenai sanksi pidana, perdata maupun administratif,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ustaz Heryanto juga mengingatkan bahwa Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 menegaskan batas waktu penunjukan PLT hanya 3 bulan dan tidak boleh diperpanjang terus-menerus tanpa pengisian jabatan secara definitif. Pelanggaran terhadap ketentuan ini disebut sebagai penyimpangan yang bisa dikenai sanksi.
“Ini bukan persoalan teknis semata. Ini menyangkut tata kelola pemerintahan yang baik. Jangan sampai publik menganggap jabatan PLT dijadikan ajang bagi-bagi kekuasaan dan keuntungan bagi segelintir pihak, terutama di lingkaran eselon 2,” ujarnya.
Ustaz Heryanto pun mengajak masyarakat untuk tidak diam. Ia mengatakan, elemen masyarakat termasuk pihaknya siap membawa persoalan ini ke ranah hukum, dengan melaporkan dugaan maladministrasi ini ke Ombudsman RI.
“Ini sudah cukup menjadi peringatan keras. Jika Walikota dan Sekda tidak segera bertindak, publik berhak menuntut transparansi dan akuntabilitas. Jangan sampai birokrasi kita tersandera oleh praktik yang melanggar hukum dan merugikan keuangan negara,” tutupnya. (***)