Tasikzone.com – Langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut di bawah kepemimpinan Bupati Syakur Amin menuai sorotan tajam. Kali ini, dugaan praktik politik balas budi mencuat ke permukaan seiring dengan gugatan yang dilayangkan Gerakan Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Berdasarkan hasil investigasi GLMPK, Pemkab Garut memberhentikan tiga direksi Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Intan, dan tak lama berselang, tepatnya 19 Mei 2025, membuka pendaftaran untuk seleksi calon direksi baru.
Sejumlah pihak menilai pemberhentian itu bukan semata keputusan manajerial, melainkan langkah politik terencana. Bupati disebut-sebut mengintervensi proses seleksi direksi, termasuk mengalokasikan dana yang cukup besar untuk panitia seleksi (Pansel).
“Setelah pemecatan Dirut, Dirum, dan Dirtek, muncul kabar anggaran seleksi yang mencapai lebih dari Rp300 juta. Sampai hari ini, belum ada penjelasan resmi dari mana sumber dana itu berasal, apakah dari APBD atau lainnya,” ungkap aktivis GLMPK, Yogi Iskandar.
Lebih jauh, Yogi mengungkap bahwa salah satu calon yang diduga disiapkan khusus oleh Pemkab Garut hampir mencapai batas usia maksimal, yakni 55 tahun kurang tiga hari saat pendaftaran dibuka.
“Kandidat ini dikenal sebagai sosok yang berjasa dalam memenangkan pasangan Syakur-Putri pada Pilkada Garut 2024. Karena itu muncul dugaan kuat adanya upaya meloloskan tokoh titipan,” ujarnya.
Menurut Yogi, batas usia maksimal calon direksi adalah 55 tahun. Namun, pendaftaran dibuka hanya beberapa hari sebelum kandidat tersebut menginjak usia tersebut, sehingga secara administratif ia tetap bisa mendaftar.
“Celah usia ini dimanfaatkan. Di usianya yang tinggal tiga hari lagi menuju 55 tahun, kandidat ini masuk sebagai peserta seleksi,” bebernya.
Tak hanya itu, Yogi juga menyoroti perubahan redaksi syarat seleksi oleh Pansel yang menghapus larangan keikutsertaan pengurus partai politik, lalu menggantinya dengan frasa: ‘pada saat dilantik’. Perubahan ini dianggap sengaja dibuat untuk meloloskan kandidat yang masih aktif sebagai pengurus partai.
“Frasa itu menjadi celah baru agar kandidat bisa lolos seleksi tanpa hambatan. Bahkan kini disebut-sebut namanya sudah dibawa ke Kemendagri,” tambahnya.
Akibat dugaan penyimpangan tersebut, GLMPK resmi menggugat Pansel ke PTUN Bandung.
“Pemberhentian direksi dilakukan secara mendadak. Anggaran ratusan juta rupiah untuk seleksi mengalir tanpa transparansi. Bahkan, pembayaran tagihan di Perumdam diduga digunakan untuk keperluan seleksi ini,” tandas Yogi.
Ia juga menyatakan dukungannya terhadap langkah hukum yang diambil GLMPK.
“Lewat proses di PTUN, publik bisa tahu apakah benar seleksi ini sarat kepentingan politik. Juga, bagaimana pertanggungjawaban anggaran yang digunakan,” tegasnya.
GLMPK Pertanyakan Honor Panitia Seleksi
Ketua GLMPK, Bakti Syafaat, juga menyoroti honor besar yang diterima oleh Ketua Pansel, yang juga merangkap sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Garut.
“Direksi yang diberhentikan boleh jadi merasa dirugikan, tapi bagi Pansel justru ini seperti berkah. Ketua Pansel disebut menerima honor hingga puluhan juta rupiah,” ujar Bakti.
Namun, ia mengaku belum mendapat informasi detail soal nominal dan komposisi honor tersebut, sebab belum ada transparansi dari pihak Pansel.
“Saya hanya dengar Ketua Pansel mendapat honor besar, tapi tidak tahu pasti apakah semua anggota menerima jumlah yang sama,” tuturnya.
Saat dikonfirmasi mengenai asal-usul anggaran seleksi tersebut, Kepala Bagian Hukum Setda Garut, Ida Farida, mengaku tidak tahu dan menyarankan untuk menanyakannya langsung ke Bagian Ekonomi atau Koordinator Pansel, Dedi.
Namun, Kepala Bagian Ekonomi, Bambang, juga belum bisa dimintai keterangan karena tidak berada di tempat. Koordinator Pansel, Drs. Dedi Mulyadi, M.H., yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Bupati Bidang Hukum dan Pemerintahan, menyebut anggaran seleksi bukan berasal dari Pemkab Garut, melainkan dari internal PDAM.
“Silakan tanya ke PLH Bagian Ekonomi, Bu Ida. Yang jelas, anggarannya bukan dari APBD,” kata Dedi saat dikonfirmasi melalui telepon, Selasa (1/7/2025).
Sementara itu, Kuasa Hukum GLMPK, Asep Muhidin, S.H., M.H., menyampaikan bahwa pihaknya kini tengah menunggu agenda lanjutan dari PTUN Bandung setelah tahapan pemeriksaan persiapan selesai.
“Selanjutnya, kami menanti jawaban tergugat. Lalu dilanjut replik, duplik, pembuktian, dan kesimpulan. Permintaan kami sederhana: Pemkab Garut harus terbuka dan tidak memaksakan aturan demi kepentingan politik,” pungkasnya. (***)