Home / Uncategorized / Cerdas Akademik, Pincang Moral: Tasik Pintar Dinilai Tidak Menjawab Masalah Remaja
IMG-20251130-WA0027

Cerdas Akademik, Pincang Moral: Tasik Pintar Dinilai Tidak Menjawab Masalah Remaja

Tasikzone.com – Kasus penyekapan seorang remaja putri di sebuah penginapan di Tasikmalaya kembali menelanjangi kegagalan kolektif dalam melindungi anak dan mengawasi pergaulan remaja.

Insiden ini bukan sekadar deretan angka kriminalitas, tetapi sinyal keras bahwa sistem pengasuhan keluarga, pendidikan, hingga kebijakan pemerintah daerah sedang berada pada titik rapuh.

Korban berusia 15 tahun, sedangkan dua dari empat tersangka yang ditetapkan polisi masih berusia 17 tahun.

Fakta bahwa remaja dapat menjadi pelaku sekaligus korban menunjukkan adanya persoalan struktural dalam ekosistem pendidikan moral dan sosial yang seharusnya menjadi benteng bagi anak-anak di masa transisi menuju dewasa.

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Institut Nahdlatul Ulama (INU) Tasikmalaya, Ai Hilyatul Halimah, mengkritik keras lemahnya komunikasi dalam keluarga yang ia sebut sebagai akar utama persoalan.

Ia menyoroti bagaimana degradasi pembinaan agama yang mestinya menjadi fondasi pembentukan karakter remaja justru dikesampingkan.

“Ketika pola asuh longgar, komunikasi terputus, dan orangtua tak mampu menjadi pengarah, remaja mencari pegangan di luar rumah. Lingkungan yang tidak sehat akhirnya mengambil alih fungsi keluarga,” ujar Ai, Minggu 30 November 2025.

Ia memaparkan bahwa indikasi penurunan kualitas pendidikan agama terlihat jelas. Lembaga pendidikan keagamaan yang dulu menjadi ruang pembentukan karakter kini hanya dipenuhi siswa tingkat SD/MI, sementara remaja setingkat SMP hingga SMA nyaris absen. Fase yang paling krusial dalam pembentukan identitas moral justru ditinggalkan.

BACA JUGA   Mubes IKA Nepatas Kukuhkan Benk Haryono Pimpin Alumni SMP Negeri 4 Tasikmalaya

“Pondasi agama yang rapuh membuat remaja menjadi mangsa empuk pengaruh buruk,” tegasnya.

Ai juga menilai pendekatan pendidikan saat ini tidak lagi relevan. Sementara remaja hidup dalam arus digital yang masif, metode pendidikan karakter tetap stagnan. Menurutnya, pendidikan agama dan moral harus hadir di ruang digital, bukan hanya di ruang kelas.

Namun kritik Ai tidak berhenti pada keluarga dan sekolah. Ia menyoroti lemahnya peran pemerintah, khususnya efektivitas program unggulan Kota Tasikmalaya, Tasik Pintar, yang diklaim sebagai solusi bagi peningkatan mutu pendidikan.

Menurut Ai, program tersebut hanya menghasilkan indikator administratif, bukan perubahan substansial.

“Bantuan pemerintah seringkali tidak menyentuh kelompok remaja yang paling berisiko. Mereka yang justru membutuhkan pendampingan moral malah tidak terjaring program,” ujarnya.

Ia mendesak pemerintah untuk tidak sekadar mengeklaim keberhasilan program tanpa menyentuh aspek fundamental—karakter dan kontrol sosial remaja.

Ai menegaskan perlunya investigasi menyeluruh atas kasus penyekapan ini, termasuk mengurai pola kerentanan remaja, faktor pemicu, serta peta risiko sosial. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga—pendidikan, tokoh agama, KPAD, hingga komunitas lokal—untuk membangun strategi yang benar-benar protektif.

Kasus ini, katanya, seharusnya menjadi tamparan keras. Bukan cukup dengan mengecam pelaku, tetapi memastikan ada perubahan nyata: mulai dari dapur keluarga, ruang belajar, hingga meja perumusan kebijakan.

“Jika tidak ada pembenahan serius, kita hanya menunggu kasus berikutnya,” pungkasnya. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *