Tasikzone.com – Aroma tak sedap mulai menyeruak dari Balai Kota Tasikmalaya. Kabar berembus kencang bahwa pengisian jabatan di Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Tasikmalaya bakal diisi oleh sosok yang diduga dekat dengan Wali Kota.
Informasi yang beredar di kalangan birokrat menyebutkan, pejabat tersebut berasal dari Pemerintah Kabupaten Ciamis.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan, sebelum akhirnya berpindah tugas ke lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya. Kini, namanya dikaitkan dengan posisi strategis di Dinas Kominfo yang tengah kosong.
Isu ini cukup mengguncang lingkar birokrasi Tasikmalaya. Banyak yang menilai, jika kabar tersebut benar, maka proses pengisian jabatan di tubuh pemerintah kota patut dipertanyakan dari sisi transparansi dan akuntabilitasnya.
Ketua Forum Pemerhati Kebijakan Publik (FPK-Publik), Ais Rais, menyampaikan keprihatinannya atas kabar tersebut. Ia menilai, meski masih sebatas isu, sinyal adanya praktik tak sehat dalam mutasi dan promosi jabatan harus diwaspadai sejak dini.
“Meski ini baru isu, kami perlu menanggapi. Sebab jika benar adanya, patut diduga ada aroma jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya,” ujar Ais Rais kepada tasikzone.com, Selasa (28/10/2025).
Ais menegaskan, pihaknya akan terus memantau perkembangan isu tersebut dan menuntut pemerintah kota untuk memastikan setiap pengisian jabatan dilakukan secara profesional, berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan kedekatan personal atau kepentingan politik.
“Jangan sampai jabatan publik dijadikan alat balas budi atau transaksi politik. Kami akan ikut mengawal agar proses pengisian jabatan berjalan bersih, transparan, dan sesuai aturan,” tegasnya.
Isu ini menjadi ujian bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menunjukkan komitmennya terhadap reformasi birokrasi. Publik tentu menanti bukti, bukan sekadar janji, bahwa jabatan di lingkungan pemerintahan tidak diperjualbelikan, melainkan diisi oleh orang-orang yang layak dan berintegritas.
Dalam iklim politik lokal yang sering kali dibungkus dengan jargon meritokrasi, praktik patronase justru kerap bersembunyi di balik meja rapat dan surat keputusan.
Jika benar jabatan publik masih ditentukan oleh kedekatan, bukan kemampuan, maka aroma tak sedap itu bukan sekadar isumelainkan gejala lama yang kembali menodai wajah birokrasi kita. (***)
Tasik Zone Kreativitas Muda Untuk Indonesia