Home / Opini / Menjadi Poros Maritim Dunia: PR Besar Geopolitik Indonesia
IMG-20251204-WA0024

Menjadi Poros Maritim Dunia: PR Besar Geopolitik Indonesia

Oleh : Tentri Delawidianti
Mahasiswa Universitas Siliwangi

Tasikzone.com – Indonesia sering disebut “negara maritim”, tetapi pertanyaan yang jarang kita jawab dengan jujur adalah, apakah kita benar-benar sudah bertindak seperti negara maritim? Atau jangan-jangan, kita hanya bangga dengan peta kepulauan, tetapi lupa bahwa lautan yang luas itu harus dikelola, dijaga, dan dimanfaatkan untuk kepentingan nasional ?.

Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan, laut seharusnya bukan hanya sekadar pemandangan indah atau latar wisata. Wilayah laut yang luas dan posisi strategis di persimpangan jalur laut internasional, tidak serta-merta menjamin kekuatan. Agar laut benar-benar menjadi pondasi kekuatan nasional, Indonesia perlu menginternalisasi teori Sea Power dari Alfred Thayer Mahan dalam kebijakan strategisnya.

Dalam geopolitik, ada satu teori klasik yang masih sangat relevan untuk Indonesia, yaitu Teori Sea Power dari Alfred Thayer Mahan. Mahan percaya bahwa siapa yang menguasai laut, dia akan menguasai dunia. Kekuasaan laut bukan hanya soal kapal perang, tetapi penguasaan jalur perdagangan, pelabuhan, logistik, infrastruktur laut, dan kemampuan negara menjaga kepentingannya di ruang maritim.
Jika memakai kacamata Mahan, Indonesia sebenarnya punya “modal besar” untuk menjadi negara kuat. Kita berada di posisi paling strategis di Indo-Pasifik, mengapit tiga chokepoints penting, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.

Setiap hari, kapal-kapal perdagangan dunia melintas di perairan kita. Laut kita bukan hanya penghubung pulau-pulau, tetapi jalur perebutan kepentingan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Jepang, dan Australia. Posisi geografis ini memberikan Indonesia leverage besar dalam strategi maritim, karena pengamanan dan stabilitas perairan nasional dapat memengaruhi arus logistik global. Jika dipandang dengan kacamata Mahan, kemampuan untuk mengontrol atau minimal menjamin keamanan jalur ini akan meningkatkan kekuatan maritim dan diplomasi Indonesia di panggung internasional.

Namun modal geografis saja tidak cukup. Pertanyaannya adalah, sudahkah Indonesia memanfaatkan ini sebagai strategi geopolitik, bukan sekadar slogan?
Selama ini, perhatian publik lebih sering terfokus pada isu dalam negeri, padahal ancaman terbesar justru muncul dari lautan. Di utara, perairan Natuna menjadi area sensitif karena tarik-menarik kepentingan China dan negara ASEAN lain. Di barat, Selat Malaka berpotensi menjadi titik rawan jika keamanan maritim tidak diperkuat. Di timur, Selat Lombok bisa menjadi jalur penting dunia ketika Selat Malaka terlalu padat.
Dengan kata lain, ruang laut Indonesia adalah masa depan kekuatan politik Indonesia. Jika Indonesia ingin benar-benar menjadi poros maritim dunia, ada tiga hal dasar yang dalam logika Mahan harus dipenuhi.

BACA JUGA   May Day 2025 : Mengenang Arti Kerja, Menggugat Arti Sejahtera

Pertama, memperkuat armada laut dan penjagaan maritim. Bukan hanya TNI AL, tetapi juga coast guard yang efektif dan terkoordinasi. Negara maritim yang kuat tidak membiarkan nelayan asing bebas masuk, atau kapal-kapal besar menjadikan perairannya lokasi “parkir politik”.

Kedua, membangun pelabuhan besar yang terhubung dengan industri nasional. Mahan menekankan bahwa kekuatan laut lahir dari ekonomi. Jika pelabuhan kita maju, logistik efisien, dan industri maritim tumbuh, posisi Indonesia otomatis meningkat.

Ketiga, menjadikan laut sebagai pusat kebijakan nasional. Ini berarti pendidikan, ekonomi, dan pembangunan harus memandang laut sebagai aset, bukan sekadar batas wilayah. Contohnya, pembangunan Bali Maritime Tourism Hub, penguatan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di pulau terluar, hingga kemampuan riset dan teknologi kelautan.

Selama ini, kita lebih sering melihat ke darat. Pembangunan selalu dimulai dari jalan, gedung, dan kota. Padahal negara dengan 17 ribu pulau seharusnya memandang laut bukan sebagai ruang kosong, tetapi sebagai sumber kekuatan.
Visi “Poros Maritim Dunia” sebenarnya sudah tepat, setidaknya secara geopolitik. Namun visi itu tidak boleh berhenti hanya sebagai kalimat pidato. Ia harus menjadi arah kebijakan luar negeri, strategi pertahanan, dan kerangka pembangunan nasional.

Di titik ini, teori Sea Power memberi kita peringatan penting bahwa negara yang tidak menguasai lautnya sendiri akan dikuasai oleh negara lain yang melihat laut itu bernilai.

Indonesia punya peluang besar untuk menjadi kekuatan maritim di kawasan Indo-Pasifik. Lokasi kita strategis, laut kita luas, dan jalur perdagangan dunia berada tepat di depan pintu rumah. Yang kita butuhkan tinggal satu, kemauan politik untuk benar-benar menjadi negara maritim, bukan sekadar negara kepulauan. Jika Indonesia ingin aman, sejahtera, dan berpengaruh secara global, maka jawabannya jelas, kita harus menguasai laut.

Jika semua ini dijalankan secara konsisten dan terintegrasi, laut Indonesia bukan hanya menjadi ruang transit bagi kapal asing, tapi menjadi domain strategis yang dikelola oleh Indonesia untuk kepentingan nasional. Dalam kerangka Sea Power Mahan, laut adalah instrumen kekuatan, dan Indonesia memiliki kunci geografi yang sangat potensial untuk menjadi negara maritim yang berdaulat dan berpengaruh.

Referensi Berbagai Sumber

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *