Home / Opini / Laut sebagai Ruang Hidup Ekonomi Indonesia: Membaca Posisi Geoekonomi Nusantara dalam Perdagangan Global
IMG-20251120-WA0018

Laut sebagai Ruang Hidup Ekonomi Indonesia: Membaca Posisi Geoekonomi Nusantara dalam Perdagangan Global

Oleh : Fia Siti Nurpadilah
Mahasiswa Universitas Siliwangi

Tasikzone.com – Laut bukan sekadar hamparan air asin yang memisahkan pulau-pulau dalam sejarah panjang negara ini, tapi juga sebagai tempat tinggal, jalur komunikasi, dan sumber kekuatan ekonomi. Ironisnya, meskipun Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, kita sering melihat laut sebagai “halaman belakang” daripada “ruang tamu strategis”. Pertanyaannya adalah, jika laut adalah masa depan kita, mengapa Indonesia masih belum bisa mengembangkan sektor maritimnya?
Ahli strategi laut Amerika Serikat, Alfred Thayer Mahan, pernah menulis dalam bukunya The Influence of Sea Power upon History bahwa negara yang menguasai laut akan menguasai perdagangan dunia. Menurutnya, laut bukan hanya jalur transportasi, tapi juga sumber kekayaan, keamanan, dan pengaruh geopolitik.

Bayangkan saja banyak kapal-kapal dagang yang membawa minyak, rempah-rempah, dan barang elektronik melintasi Samudra Hindia dan Pasifik. Biasanya, yang mengontrol jalur itu dialah yang menentukan harga alur ekonomi global.

Dengan luas laut 5,9 juta km2 dan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia berada pada posisi emas. Sehingga menjadikannya sebagai pintu gerbang antara Asia timur dan Barat serta jalur perdagangan maritim yang menghubungkan Cina, Jepang, India, hingga Eropa dan Amerika. Menurut data Bank Dunia, 80% perdagangan dunia dilakukan melalui laut dengan Indonesia berada di tengah-tengahnya dan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) itu juga merupakan tempat kapal-kapal tanker dan kontainer berlalu-lalang. Jika Mahan masih hidup dia pasti akan berkata “Indonesia, kau punya potensi untuk menjadi Raja Laut”
Bagi orang-orang yang tinggal di pesisir pantai dan bekerja sebagai nelayan, laut adalah tempat mereka mencari nafkah untuk keluarganya.

Namun, masih banyak isu-isu pencurian ikan oleh kapal asing dan polusi plastik yang berdampak pada menurunnya pendapatan mereka. Makanya, laut bukan hanya sumber ekonomi tapi juga impian dan identitas bangsa.

Indonesia harus membangun kekuatan laut yang lebih kuat. Dengan armada angkatan laut yang tangguh, pelabuhan modern seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak, dan infrastruktur maritim yang mendukung perdagangan. Jika Indonesia bisa mengoptimalkan posisi geoekonominya, Indonesia bisa menjadi pusat logistik regional seperti Singapura atau Rotterdam. Kita memiliki pasar domestik yang besar dengan 270 juta orang dan ekonomi terbesar di ASEAN. Jika laut kita aman dan efisien, ekspor kelapa sawit, batubara, dan produk manufaktur juga dapat meningkat.

Selain itu, kita juga harus waspada karena akan banyak tantangan-tantangan seperti, persaingan dengan Cina, yang membangun Belt and Road Initative dengan proyek pelabuhan di Afrika dan Asia Tenggara. Indonesia sering menjadi korban dari konflik AS-Cina itu, karena Cina yang menguasai banyak jalur laut strategis. Selain itu, kasus korupsi dan regulasi yang lemah juga membuat investasi asing ragu terhadap kita. Menurut laporan Transparency International, tingkat korupsi yang rendah di Indonesia itu menjadi salah satu penghambat pembangunan pelabuhan dan sistem pengawasan laut Indonesia.

BACA JUGA   Hari Ini Milik Kita

Kekuatan maritim juga tidak hanya berdampak pada keuntungan negara saja, tapi kepada masyarakat sekitar yang tinggal di dekat laut atau pesisir pantai. Mereka bisa mendapatkan penghasilan dari laut, dan industri maritim juga bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Dengan laut maritim yang kuat, Indonesia bisa menjadi pusat perikanan dunia, atau bahkan eksportir energi terbarukan dari laut lepas dan negara-negara seperti Norwegia telah membuktikannya dengan mengubah laut menjadi mesin ekonomi berkelanjutan.

Pemikiran Mahan adalah contoh hebat yang harus diingat. Mahan menekankan bahwa keunggulan maritim bukan hanya soal kapal perang, tapi soal bagaimana cara negara mengamankan jalur dagang, memperkuat logistik, meningkatkan kapasitas pelabuhan, dan menjadikan laut sebagai tempat dimana produk nasional dibuat. Sehingga kekuatan maritim dapat dikaitkan dengan kekuatan ekonomi.

Kita harus berpikir logis, untuk menjaga kedaulatan, pemerintah harus bisa membantu dan mendukung Angkatan laut, diplomasi, dan memfasilitasi dengan teknologi pengawasan seperti drone, dan radar untuk kepentingan kemaritiman Indonesia. Posisi kita juga dapat diperkuat dengan melakukan kerja sama dengan negara tetangga, seperti ASEAN Maritime Forum dan jangan lupa aspek lingkungan: laut yang sehat adalah laut yang produktif. Kita bisa membuat program seperti konservasi terumbu karang dan pengurangan sampah plastik di laut yang dapat menguntungkan baik dari sudut ekonomi ataupun moral.

Jika kita hanya menjadi “penonton” jalur perdagangan laut yang ada didepan mata kita, Indonesia tidak akan pernah menjadi kekuatan ekonomi global. Kita harus bisa menjadi negara yang tidak hanya dilewati saja tapi menjadi negara yang menguasai arus barang, logistik, dan nilai tambah perdagangan maritim.

Di era sekarang yang sudah sangat maju ini, Indonesia seharusnya memiliki kesempatan emas pada sektor kelautan untuk bisa mengubah posisi geoekonomi dari pinggiran ke pusat. Kita harus bisa membuktikan pada dunia bahwa Nusantara bukan hanya negara kepulauan tapi juga memiliki kekuatan maritim yang dihormati juga. Jika tidak, kita akan tertinggal, dan orang lain akan memiliki laut yang kita sayangi.

Pada akhirnya, bukan hanya pada pemerintah saja tapi juga kepada semua masyarakat, harus bisa menjaga dan melestarikan laut kita. Karena laut bukan sekedar air tapi jiwa ekonomi Indonesia dan jadikan laut sebagai sumber kejayaan, bukan tragedy. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *