Home / Peristiwa / Aktivis Tuding Pemkot Tasikmalaya Biarkan ‘Pemerkosaan’ Sungai oleh Oligarki, Minta PUPR Turun Tangan
Picsart_25-10-23_10-48-37-825

Aktivis Tuding Pemkot Tasikmalaya Biarkan ‘Pemerkosaan’ Sungai oleh Oligarki, Minta PUPR Turun Tangan

Tasikzone.com – Ada yang janggal di Kota Tasikmalaya, kota yang kerap dibanggakan sebagai “Kota Santri”.

Sungai-sungai yang semestinya menjadi nadi kehidupan, pelan-pelan berubah menjadi ruang mati tertutup tembok, disesaki bangunan komersial, dan diabaikan oleh penguasa.

Beberapa gabungan ormas dan LSM, di antaranya LSM Padi, Ormas Gibas, Sipatutat, Padepokan Padi, dan Eksponen 96, telah melayangkan laporan resmi ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kamis (23/10/2025)

Mereka menuding Pemerintah Kota Tasikmalaya melakukan pembiaran terhadap sejumlah bangunan yang berdiri di atas badan sungai.

“Wali kota jangan hanya diam. Jika tidak beraksi, berarti ikut terlibat dalam pelanggaran undang-undang,” tegas ketua Ormas Gibas Resort Kota Tasikmalaya Agus Ridwan melalui pesan whatsap yang diterima wartawan.

Laporan tersebut diterima oleh bapak dede Staff Bag Umum Setditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementrian PUPR, yang menurut pelapor akan menindaklanjuti kasus ini dengan pemeriksaan lapangan ke Tasikmalaya dalam waktu dekat.

Bangunan-bangunan yang disorot mencakup sejumlah lokasi baru di kawasan Panjunan, RS Jantung, Toko Muara, hingga beberapa titik di Cihideung yang diketahui menutup aliran sungai.

Namun, di balik deretan laporan administratif itu, terselip persoalan yang lebih besar: arah pembangunan kota yang tersesat.

Sementara itu, Ketua Peradaban Demokrasi Indonesia (PADI) Iwan Restiawan menambahkan Atas nama investasi, sungai-sungai di Tasikmalaya kini menjadi korban “pembangunan semu”.

BACA JUGA   Wali Kota Dinilai "Tersandera" dan Kurang Berani, Kinerja 100 Hari Jadi Sorotan

“proyek-proyek yang lebih mengutamakan keuntungan segelintir orang daripada keberlanjutan lingkungan. Sungai yang mestinya dijaga, kini “diperkosa” oleh syahwat oligarki,”ucapnya

Kebijakan pembangunan di kota ini jelas melanggar sejumlah regulasi, mulai dari UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan (4), UU Nomor 38 Tahun 2011 tentang Lingkungan Hidup, UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, hingga Permen PUPR Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai.

Namun Pemerintah Kota Tasikmalaya seolah kehilangan nyali. Diam di hadapan pelanggaran yang terang benderang. Masyarakat yang bersuara pun terpaksa mencari keadilan ke tingkat pusat.

“Telah nyata kerusakan di darat dan laut disebabkan oleh tangan manusia,” demikian bunyi peringatan dalam QS Ar-Rum: 41 — ayat yang seharusnya menjadi renungan bagi para pemegang kuasa.

Para aktivis mendesak Kementerian PUPR dan Presiden turun langsung meninjau ke Tasikmalaya, sekaligus memberikan sanksi tegas kepada pejabat yang lalai serta pengusaha yang mendirikan bangunan di sempadan sungai.

Keadilan lingkungan, sebagaimana ditegaskan mereka, tidak boleh tunduk pada modal dan kedekatan politik. “Atas nama hukum dan kesetaraan, bangunan yang menutup sungai harus dibongkar,” seru mereka.

Sungai-sungai Tasikmalaya kini menunggu keadilan. Sebab air yang semestinya menghidupi, kini justru menjerit di bawah tumpukan beton investasi. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *