Home / Ragam / Bau ‘Titipan’ di Balik Konsep ‘Manajemen Talenta’ Pengisian Jabatan Di Kota Tasikmalaya
1759541708390

Bau ‘Titipan’ di Balik Konsep ‘Manajemen Talenta’ Pengisian Jabatan Di Kota Tasikmalaya

Tasikmalaya – Delapan kursi kosong jabatan eselon II di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya kini menjadi sorotan publik.

Proses pengisian jabatan strategis itu disebut akan mengikuti mekanisme Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan konsep manajemen talenta.

Namun, di balik istilah yang terdengar modern, publik mempertanyakan transparansi dan integritas pelaksanaannya.

Koordinator Pergerakan Masyarakat Anti Korupsi (PEMANTIK), Irwan Supriadi Iwok, menilai penggunaan istilah manajemen talenta bisa kehilangan makna jika hanya menjadi bungkus baru dari praktik lama.

“Kalau transparansi dan akuntabilitas tidak dijalankan, publik wajar curiga. Jangan sampai manajemen talenta hanya jadi tameng administratif untuk praktik titipan gaya baru,” ujarnya.

Menurutnya, delapan kursi kosong itu bukan sekadar soal administrasi, melainkan cermin krisis kepemimpinan birokrasi.

Selama berbulan-bulan, banyak posisi vital dijalankan oleh pejabat pelaksana tugas (Plt) yang serba terbatas.

“Ini berisiko melahirkan birokrasi tanpa arah dan minim tanggung jawab penuh,” tambahnya.

Lebih jauh, isu kemungkinan masuknya aparatur sipil negara (ASN) dari luar daerah ke posisi strategis menambah pertanyaan publik.

BACA JUGA   Bebek Salero Buka Tempat Luas Dengan Konsep VIP

Apakah ini bagian dari meritokrasi yang sehat, atau justru tanda lemahnya regenerasi internal ? “Kalau ASN lokal yang puluhan tahun mengabdi malah terpinggirkan, itu bukan meritokrasi, tapi bisa disebut seleksi rasa kolonial,” tegas Irwan.

PEMANTIK juga menyoroti potensi munculnya “pasar jabatan terselubung” akibat lamanya kekosongan posisi tersebut.

Kursi jabatan, kata dia, bisa berubah menjadi komoditas politik di mana kedekatan personal dan loyalitas lebih menentukan daripada kompetensi dan integritas.

Karena itu, PEMANTIK mendesak agar proses seleksi dilakukan secara terbuka. Publikasi nilai kompetensi, keterlibatan unsur independen, serta pengawasan publik menjadi hal yang wajib.

“Wali kota berhak memilih, tapi rakyat juga punya hak untuk mengawasi,” pungkas Irwan.

Delapan kursi kosong ini pada akhirnya bukan sekadar urusan pengisian jabatan, tetapi menjadi ujian moral bagi birokrasi Kota Tasikmalaya apakah benar-benar memilih berdasarkan kemampuan, atau kembali mengulang tradisi lama—manajemen titipan. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *