Tasikzone.com – Dugaan alih fungsi lahan di Kabupaten Garut yang dilaporkan warga, Asep Muhidin, S.H., M.H., kini mulai menunjukkan perkembangan signifikan.
Laporan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Polres Garut dengan meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Hal ini menandakan kasus dugaan pelanggaran hukum tersebut mendapat perhatian serius aparat kepolisian.
Asep Muhidin, seorang aktivis sekaligus praktisi hukum lulusan S2 Universitas Islam Bandung (Unisba) dengan konsentrasi Hukum Administrasi Negara, mengaku telah mengumpulkan data otentik terkait dugaan pelanggaran yang diduga melibatkan oknum pejabat dan investor.
“Ya, saya sendiri yang melakukan kajian hukum mengenai proses perizinan dan pembangunan yang diduga melanggar UU PPLH dan Tata Ruang,” ujar Asep kepada wartawan, rabu (1/10/2025).
Asep menyampaikan apresiasinya kepada Polres Garut yang telah menindaklanjuti laporan tersebut sejak 5 Agustus 2025.
Ia melaporkan PT Pratama Abadi Industri, sebuah perusahaan modal asing (PMA), atas dugaan melanggar sejumlah pasal dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
Menurut Asep, aparat penegak hukum perlu bertindak tegas agar ada efek jera. Namun, ia menegaskan bahwa dirinya tidak menolak investasi di Kabupaten Garut.
“Saya mendukung investasi, tetapi hukum harus tetap ditegakkan. Hukuman bagi pelaku bisa menjadi evaluasi positif bagi pemerintah dan investor ke depan,” jelasnya.
Asep juga mengingatkan bahwa sesuai aturan, masa penyidikan berlangsung selama 120 hari.
Dengan demikian, Polres Garut memiliki waktu sekitar 64 hari sejak 5 Agustus untuk menetapkan tersangka, baik dari pihak perusahaan maupun pejabat pemerintah daerah.
“Saya yakin penyidik Polres Garut profesional dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Pratama Abadi Industri, Budi Rahadian, S.H., M.H., menegaskan pihaknya menghormati proses hukum.
Ia menilai laporan yang diajukan warga merupakan hak setiap warga negara, namun menekankan bahwa perusahaannya taat hukum dan patuh terhadap semua perizinan.
“Perusahaan telah memenuhi 16 item rekomendasi perizinan yang dipersyaratkan sehingga izin bisa diterbitkan. Kami adalah perusahaan yang taat hukum,” ujar Budi.
Budi juga menyoroti persoalan tempus atau waktu penerbitan izin dengan penetapan LP2B.
Menurutnya, pabrik milik PT Pratama Abadi Industri sudah berdiri dan beroperasi sejak 2017, sedangkan penetapan LP2B baru tertuang dalam Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang RTRW.
“Artinya, perusahaan tidak melanggar aturan, karena yang menetapkan LP2B adalah Pemkab Garut, bukan perusahaan. Jika benar ada lahan perusahaan yang kemudian masuk LP2B, maka tanggung jawab ada pada Pemkab,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika lahan milik perusahaan benar masuk LP2B, ada dua opsi yang bisa ditempuh pemerintah: mengganti lahan tersebut atau memberikan kompensasi kerugian kepada pemegang izin, yakni PT Pratama Abadi Industri.
Budi menekankan pentingnya semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah.
“Sampai saat ini semua tuduhan belum terbukti. Proses hukum harus dihormati, dan semua pihak hendaknya tidak mengabaikan asas praduga tak bersalah,” pungkasnya. (***)