Home / Berita Pangandaran / Dugaan Pemalsuan Tiket Wisata Di Pangandaran, Ketua Komisi IV DPRD Angkat Bicara
IMG-20250711-WA0005

Dugaan Pemalsuan Tiket Wisata Di Pangandaran, Ketua Komisi IV DPRD Angkat Bicara

Pangandaran, Tasikzone.com – Dugaan pemalsuan tiket retribusi dan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum petugas pintu masuk objek wisata Pangandaran menuai sorotan. Ketua Komisi IV DPRD Pangandaran dari Fraksi PKB, Jalaludin, angkat bicara menanggapi persoalan yang mencoreng citra pariwisata daerah tersebut.

Dalam keterangannya di kediamannya di Padaherang, Jumat (11/7/2025), Jalaludin menegaskan bahwa tindakan oknum petugas tersebut bukan sekadar pungli, melainkan masuk dalam kategori pemalsuan dokumen negara.

“Tiket yang dijual kepada wisatawan bukanlah tiket resmi yang tercatat atau terdaftar oleh negara. Artinya, tiket itu palsu. Ini lebih dari sekadar pungli—ini adalah pemalsuan dokumen, dan harus diproses secara hukum,” tegas Jalaludin.

Menurutnya, praktik curang ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Ia mencurigai adanya keterlibatan lebih dari satu pihak atau setidaknya ada petugas lain yang mengetahui praktik tersebut.

“Proses penjualan tiket itu dilakukan terbuka dan secara bersamaan di lapangan. Tidak masuk akal jika praktik penjualan tiket palsu bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan petugas lainnya,” ungkapnya.

Jalaludin juga mempertanyakan alur distribusi hasil pungutan ilegal tersebut. Ia mendesak aparat penegak hukum (APH) agar tak hanya berhenti pada pelaku lapangan, namun juga mengusut aliran dana serta kemungkinan keterlibatan oknum lain yang diuntungkan dari praktik ini.

BACA JUGA   Cecep Angleg DPRD Tanggapi Janji Bupati Terkait Insentif Guru Ngaji Yang Tak Kunjung Dibayarkan

“Kalau ini dilakukan secara sistematis, berarti ada pembiaran. Bisa jadi ini bagian dari kesepakatan kolektif. Maka harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sistem pelaporan retribusi resmi dilakukan berdasarkan bonggol tiket yang sobek. Jika tiket palsu digunakan, maka bonggol tidak akan masuk ke sistem pencatatan resmi. Hal itu memperkuat indikasi bahwa praktik ini sudah berlangsung lama dan terorganisir.

“Setoran ke kas negara berdasarkan jumlah bonggol tiket. Kalau bonggol tidak ada, berarti tidak ada catatan resmi. Maka pertanyaannya, ke mana perginya uang dari tiket-tiket palsu itu?” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak bisa hanya disikapi sebagai upaya memberi efek jera, melainkan harus ada proses hukum yang adil terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk yang menerima manfaat dari kejahatan ini.

“Kalau hanya diselesaikan di permukaan dan dianggap selesai, ini hanya akan terus berulang. Harus ada keberanian untuk menindak, baik pelaksana di lapangan maupun siapa pun yang terlibat di baliknya. Kalau Pangandaran mau bersih, ini saatnya dibenahi total,” pungkasnya. (Driez)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *