Home / Politik & Hukum / Ferdiansyah Gelar Dengar Pendapat Masyarakat bersama Guru PAUD
IMG-20210303-WA0015

Ferdiansyah Gelar Dengar Pendapat Masyarakat bersama Guru PAUD

Kota Tasikmalaya, tasikzone.com – sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI H. Ferdiansyah S.E., M.M melakukan kegiatan Dengar Pendapat Masyarakat Bersama masyarakat dihadiri oleh Pengurus Daerah Himpaudi Kota Tasikmalaya, Pengurus Himpaudi dari setiap Kecamatan di kota Tasikmalaya dan guru-guru paud se-Kota Tasikmalaya. Selasa (02/03/2021) di Aula Himpaudi Kota Tasikmalaya.

Ferdiansyah dalam Sambutanya menyampaikan, Sejak digulirkannya arus reformasi di Indonesia pada tahun 1997- 1998, beragam perubahan mendasar, khususnya dalam bidang kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia terus mengalami dinamika perkembangan yang begitu pesat. Penataan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sampai dengan seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara terus mengalami pembenahan.

“Dilakukannya perubahan sebanyak 4 kali terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah merupakan salah satu wujud nyata betapa agenda reformasi dalam bidang kelembagaan negara sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.”Ungkapnya.

Ferdiansyah menambahkan Harus diakui bahwa terdapat beberapa hal yang patut dikaji ulang pasca reformasi. Satu dari sekian banyak persoalan yang patut dikaji ulang pasca reformasi adalah langkah menghapuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang sebelumnya dilakukan seiring dengan dilakukannya amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945.

“Sejak dihapuskannya kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam menetapkan GBHN, maka sejak saat itu pula, Bangsa Indonesia seolah kehilangan acuan dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya roda pembangunan.”tegas Ferdiansyah

Anggota MPR RI dari dapil Jabar XI ini menjelaskan juga Bahwa Ketika GBHN dihapuskan dari system ketatanegaraan bangsa ini, maka akan teramat sulit untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu pemerintahan yang dijalankan. Sebab tidak ditemukan hal apa saja yang menjadi ukuran maupun kriteria keberhasilan terhadap suatu pemerintahan secara nyata.

 “Jujur harus diakui bahwa langkah penghapusan GBHN bukanlah salah satu tujuan dari reformasi. Hapusnya keberadaan GBHN dari roda perjalanan Bangsa Indonesia saat ini hanyalah sebagai konsekuensi dari upaya pengurangan kewenangan MPR yang sebelumnya ditempatkan sebagai lembaga tertinggi negara.”Tambahnya.

Kendati kemudian ditemukan sejumlah program lain seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang dibentuk dan ditawarkan guna menggantikan posisi GBHN, namun harus diakui bahwa hal itu belum mampu dibangun sebagai konsepsi yang lebih operasional agar tujuan dan proses pembangunan tidak terombang-ambing oleh Tarik menarik kepentingan dari berbagai pihak. Disinilah keberadaan RPJPN belum mampu mengimbangi atau menggantikan keberadaan GBHN sebagai penunjuk arah maupun kompas bagi perjalanan Bangsa Indonesia ke depan.

BACA JUGA   Ada Proyek Pengecoran Jalan, Ini Rekayasa Lalu Lintas Menuju Singaparna

Pemerintah melakukan upaya mengeluarkan produk hukum sebagai pengganti GBHN, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Undang-Undang ini memiliki bangunan yang hampir sama dengan GBHN. Namun persoalannya kemudian adalah bahwa RPJPN lahir pada masa otonomi daerah di mana daerah memiliki keleluasaan dalam membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan kemampuan daerah masing-masing serta hanya dituangkan dalam bentuk undang-undang. Atas dasar penerapan otonomi daerah itu pula, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa masing-masing daerah justru membentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai dengan versi masing-masing. Bahkan bisa jadi, istilah yang dipergunakanpun hanya didasarkan pada keinginan dan kehendak daerah masing- masing.

“Wacana untuk menggunakan kembali GBHN seiring upaya menguatkan peran MPR, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: pertama, harus diatur secara jelas siapa yang berwenang membuatnya. Kedua, dalam bentuk hukum apa GBHN dituangkan? Ketiga, jika menggunakan GBHN akan ada pertanggungjawaban Presiden kepada MPR, maka akan berpengaruh terhadap sistem pemerintahan yang selama ini dianut. Ada baiknya jika menggunakan GBHN sebab, jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap secara bersamaan dan MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden sesuai amanat konstitusi, maka Presiden dan Wakil Presiden ‘pilihan MPR’ dapat melanjutkan program pembangunan yang bersumber dari GHBN tanpa adanya benturan visi dan misi. Untuk itu, pengaturannya harus dikembalikan kepada UUD, amandemen ulang merupakan suatu keniscayaan.”pungkasnya.(rian)

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *