Home / Opini / Belajar Dari Pria Kecil Berlangkah Lebar
Belajar Dari Pria Kecil Berlangkah Lebar

Belajar Dari Pria Kecil Berlangkah Lebar

Oleh Rifyal Luthfi MR.

Dia dikenal sebagai pribadi yang different meskipun kecil mungil tapi Indonesia bangga dengan sosok yang seorang poliglot ini, Dia adalah Hadji Agus Salim yang lahir dengan nama Mashudul Haq (“pembela kebenaran”) di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 dan wafat 4 November 1954 pada umur 70 tahun. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Hadji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961. Itulah sekilas biografisingkat tentang beliau yang kita ketahui bahwa Ia sejak masa mudanya mempunyai berbagai pengalaman yang menarik buat kita jadikan pelajaran (ibrah).

Wakil Presiden Mohammad Hatta mengenal Agus Salim sebagai tokoh yang jarang ada tandingannya dalam bersilat lidah. Kecerdasannya sangat kentara ketika ia beradu argumentasi. Ketika beliau masih muda, dia pernah bertanya kepada seorang ulama: apakah Adam dan Hawa memiliki Pusar? Ulama itu menjawab: Ada, karena mereka juga manusia. “kalau punya pusar sebagaimana halnya kita, itu tandanya mereka dilahirkan oleh seorang ibu.“ Ulama itu tidak dapat menjawab.

Pada suatu kali, ketika Agus Salim berpidato, sebagian hadirin mengucapkan “Mbeek, Mbeek…”untuk mengejek Salim kerena jenggotnya. Salim spontan bereaksi. “Saya tidak mengira bahwa disini banyak juga rupanya kambing yang hadir. Kepada ketua rapat, Saya minta supaya kambing-kambing itu dikeluarkan saja dari gedung ini.“

Dalam suatu jamuan makan, semua orang memakai sendok dan garpu. Hanya Agus Salim yang memakai tangan. Sewaktu ditanya mengapa demikian, Salim menjawab, “ Karena saya tahu bahwa tangan saya bersih, sedangkan saya tidak tahu apakah sendok dan garpu itu bersih.”

Kemudian pada suatu pertemuan sarekat Islam, Muso mengejek Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto dari atas podium. Dia bertanya kepada peserta, “Orang yang berjanggut itu seperti apa, Saudara?” Hadirin menjawab: “ Kambing.” Muso bertanya lagi,” Orang yang berkumis itu seperti apa, Saudara?” Hadirin menjawab:”Kucing.” Tiba giliran Salim naik mimbar. Ia berkata. “Tadi kurang lengkap, Saudara. Yang tidak berkumis dan tidak berjenggot itu seperti apa? “ Salim menjawab sendiri: “ Anj*ng.” Muso memang tidak berjenggot dan tidak berkumis.

Kali lain, di atas kapal Renville, Agus Salim membuat utusan belanda yang menuduh RI menyelahi kesepakatan linggarjati bungkam, Dia berkata: ”Apakah aksi milier yang Tuan lancarkan terhadap kami sesuai dengan Perjanjian Linggarjati? Kalau Tuan-tuan melancarkan sekali lagi aksi militer terhadap kami, kami akan mencapai pengakuan de jure di seluruh dunia.”

Kecerdasannya melebihi rata-rata, makanya Dia dijuluki sang cerdas dalam bersilat lidah. Namun tidak hanya pandai bersilat lidah saja, tetapi pemberani dan juga beliau adalah seorang cendekiawan muslim sejati setelah sebelumnya pernah kehilangan iman dan susah payah merebutnya kembali hingga menemukan Islam untuk Indonesia; Islam yang tidak terikat adat kebiasaan, tapi dapat menggerakkan bangsa untuk menentukan nasib sendiri.

BACA JUGA   Hati-Hati Provokasi

Dalam salah satu buku karangannya berjudul keterangan Filsafat tentang Tauhid, Takdir dan Tawakal hasil perenungannya terhadap tiga pokok ajaran islam, yaitu tauhid, takdir, dan tawakal. Dan Keesaaan Tuhan atau tauhid menjadi pokok ajaran Islam dalam karyanya itu.

Dalam buku tersebut dibahas bahwa” Manusia berfilsafat demi mengupayakan kesempurnaan ilmu pengetahuan. Dalam proses ini pula terkandung makna keindahan dan hikmah serta kepercayaan akan takdir dan tawakal harus bertopang pada tauhid. Atas dasar pengakuan, atas dasar Keesaan Tuhan pula seluruh upaya seorang muslim harus dimulai dengan penyebutan nama Tuhan. Dalam pikiran beliau bahwa tak lengkap suatu pekerjaan tanpa didahului pengakuan atas penyebutan nama Tuhan.

Disebutkan pula bahwa takdir sendiri merupakan bentuk kuasa Tuhan yang tak bisa diubah manusia. Ia mencontohkan hal ini dengan nyawa yang bisa melayang dari raga sewaktu-waktu. Semua itu adalah kehendak Tuhan yang mengizinkan hidup mati seorang manusia. Kekuasaan Tuhan pula yang menentukan dimana dan kapan seorang manusia lahir ke bumi. Ketiadaan kuasa manusia dalam memilih rahim Ibu tempat ia dilahirkan membuktikan kuasa yang utuh dari Tuhan yang maha Tunggal. Kesadaran akan kuasa Tuhan dalam takdir itulah yang menyebabkan seorang muslim tak boleh memiliki perasaan kecewa ketika kehendak Tuhan berbeda dengan keinginan pribadi.

Dalam tafakurnya pula, Dia meyakini bahwa setiap manusia telah diberi segala alat dan kecakapan yang dibutuhkan untuk menjalani hidup. Itu sebabnya nama Tuhan selalu disandingkan dengan Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Pada pertemuan Indonesia-pakistan cultural Association, 9 Desember 1953 beliau juga berceramah, yang isinya bahwa: “Tuhan tidak pernah meminta kepada manusia untuk membantu-Nya memerangi kebatilan. Namun Tuhan mengajarkan kepada kita untuk berdoa memohon bantuan Tuhan dalam memerangi kebatilan.” Pungkasnya. Itulah Agus Salim. Ia seorang diplomat yang cerdik dan pendebat ulung; alim yang kritis dan ulama yang moderat.

Dia ada setiap kali dibutuhkan: di Volksraad, ketika sejumlah pribumi merasa sudah menjadi Belanda; di tangsi Pembela Tanah Air, yang kesulitan menerjemahkan istilah militer dalam bahasa jepang ke bahasa Indonesia; di badan persiapan kemerdekaan, saat kubu nasionalis dan kubu Islam nyaris mustahil bersepakat tentang dasar-dasar negara; dalam perundingan dengan Belanda di Linggarjati, lalu di atas gladak Renville; dalam hampir setiap masa genting negeri ini, sejak masih berupa embrio hingga pertengahan 1950-an. Indonesia beruntung punya AGUS SALIM.

Bertambahnya usia bukan berarti bisa memahami karakter dan situasi zaman, namun kan berkurangnya kenikmatan tuk berfikir …*jika tidak kita tajamkan dari sekarang!..*
(Rifyal Luthfi)

Hasbunallah Wani`mal wakil.

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *